Sabtu, 11 Juni 2016

Anak dan Pendidikannya

Essay ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dalam Pendidikan (2016)
Fakultas Ilmu Pendidikan
UNJ. 
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting bagi pembangunan bangsa. Hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional mereka. Sumber daya manusia bermutu yang merupakan produk pendidikan adalah kunci keberhasilan pembangunan suatu negara. Pembangunan pendidikan nasional di Indonesia dalam kurun waktu 2004-2009 telah mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan internasional seperti pendidikan untuk semua (Education For All), Konvensi Hak Anak (Convention on The Right of Child) dan Millenium Development Goals (MDGs) serta World Summit on Sustainable Development yang secara jelas menekankan pentingnya pendidikan sebagai salah satu cara untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan dan kesejahteraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme serta peningkatan keadilan sosial(Burhanudin, 2009).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjamin hak atas “pendidikan dasar” bagi warga negara Indonesia yang berusia 7-15 tahun. Salah satu upaya untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia dengan menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. sebagaimana diatur secara tegas dalam pasal 31 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Ayat (2) menegaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat (3) menetapkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Namun, kenyataannya angka putus sekolah di jenjang pendidikan dasar hingga saat ini masih tinggi. Angka putus sekolah seluruh jenjang pendidikan di Indonesia empat tahun terakhir masih di atas satu juta siswa per tahun. Sebagaimana yang disampaikan oleh Muhammad Zuhdan seorang pengamat pendidikan, yang dilansir suaramerdeka.com, 09/03/2013, mengatakan bahwa tahun 2010 tercatat terdapat 1,3 juta anak usia 7 – 15 tahun di Indonesia terancam putus sekolah.
Dari jumlah itu, sebagian besar adalah mereka yang masih duduk di jenjang pendidikan dasar (SD-SMP). Angka putus sekolah terutama akibat persoalan ekonomi. Untuk melakukan penuntasan wajib belajar 9 tahun diperlukan pemahaman tentang penyebab dari anak putus sekolah itu sendiri agar dapat dilakukan 2 pencegahan dan penanggulangan yang tepat dan akurat(Aristin, 2010). Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka putus sekolah, seperti pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Akan tetapi upaya tersebut masih saja kurang atau belum mampu menurunkan angka putus sekolah di Indonesia.
Salah satu contoh yang terjadi adalah kepada salah seorang anak yang bernama Indra. Anak yang berusia 10 tahun tersebut merupakan siswa yang putus sekolah. Ia mengatakan bahwa pada kelas 2 SD dia tidak melanjutkan sekolah lagi. Hal ini dikarenakan orang tuanya yang tidak mempunyai biaya untuk sekolah. Meskipun, dia bersekolah di sekolah negeri namun itu bukan jaminan bahwa dia akan akan bisa menuntuskan pendidikannya. 
“saya sekolah di SD Rawamangun ka, tapi cuman sampe kelas 2. Solanya, bapak gak bisa kasih jajan sama beli buku. Kata bapak suruh berhenti aja sekolahnya” ucapanya kepada penulis. 
Orang tua yang hanya bekerja sebagai pengumpul barang bekas (pemulung) menjadikan Indra tidak mempunyai biaya untuk membeli perlengkapan sekolah lainnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kebutuhan sekolah tidak hanya biaya sekolah yang gratis namun membutuhkan perlengkapan pendukung lainnya.
Di Jakarta sendiri terdapat program Kartu Jakarta Pintar (KJP), program untuk membantu siswa dari warga DKI Jakarta yang kurang mampu untuk membiayai kebutuhan sekolah. Indra merupakan salah satu dari sekian siswa di Jakarta yang tidak beruntung yang tidak mendapatkan KJP. 
       “saya gak dapet KJP ka. Kata mamah juga saya emang gak bisa dapet KJP” Itulah jawaban yang disampaikan kepada penulis ketika ditanyai alasan ia tidak mendapatkan KJP.
 Adapun bentuk-bentuk penanggulangan masalah anak putus sekolah yang penulis tawarkan adalah sebagai berikut :
a)         Kejar Paket
Terkait dengan persoalan putus sekolah, pihak pemerintah melalui lembaga-lembaga yang relevan dengan masalah ini memberikan program-program bagi anak putus sekolah. Diantaranya adalah menyediakan pendidikan alternatif yang dinamakan pendidikan kesetaraan. Pendidikan kesetaraan ditujukan untuk menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun serta memperluas akses pendidikan menengah yang menekankan pada keterampilan fungsional dan kepribadian profesional. Pendidikan kesetaraan menjadi salah satu program pendidikan pada jalur nonformal seperti kelompok belajar Paket A bagi yang tidak tamat SD, Paket B bagi yang tidak tamat SLTP dan paket C bagi yang tidak tamat SLTA.
Program Kejar Paket diselenggarakan untuk memberikan kesempatan bagi anak atau masyarakat putus sekolah agar dapat menyetarakan pendidikannya dan membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan. Program Kejar Paket atau pendidikan kesetaraan ini bisa diselenggarakan oleh semua satuan pendidikan non formal. Seperti Lembaga Pelatihan, Kursus, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Majelis Taklim dan lain-lain.
b)        Sekolah Terbuka
Sekolah Terbuka merupakan sekolah formal yang yang berinduk pada Sekolah reguler terdekat baik negeri maupun swasta yang memenuhi syarat dengan bentuk pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh. Pendidikan ini diselenggarakan dengan konsep proses pembelajaran tidak terikat tempat dan waktu.
Sekolah Terbuka merupakan salah satu subsistem pendidikan jalur sekolah yang menggunakan prinsip jalur mandiri,  yaitu belajar dengan bantuan seminimal mungkin dari orang lain. 
c)         Optimalisasi Dana BOS dan BSM
Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional menyalurkan dana operasional pendidikan melalui mekanisme BOS baik untuk sekolah negeri maupun swasta. BOS (Biaya Opersional Sekolah) merupakan dana operasional dalam rangka mendukung proses pembelajaran sekolah dalam opersionalnya untuk menciptakan sarana maupun prasarana belajar dari peserta didik. Dalam orientasi yang sama, melalui BOS terdapat BSM (Bantuan Siswa Miskin) yang memiliki sasaran pada siswa miskin untuk membantu siswa yang memiliki kendala dari segi finansial atau berasal dari keluarga yang tidak mampu dari segi ekonomi.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar