Essay ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dalam Pendidikan (2016)
Fakultas Ilmu Pendidikan
UNJ.
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting
bagi pembangunan bangsa. Hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan
sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional mereka. Sumber daya
manusia bermutu yang merupakan produk pendidikan adalah kunci keberhasilan
pembangunan suatu negara. Pembangunan pendidikan nasional di Indonesia dalam
kurun waktu 2004-2009 telah mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan
internasional seperti pendidikan untuk semua (Education For All), Konvensi Hak Anak (Convention on The Right of Child) dan Millenium Development Goals (MDGs) serta World Summit on Sustainable Development yang secara jelas
menekankan pentingnya pendidikan sebagai salah satu cara untuk penanggulangan
kemiskinan, peningkatan keadilan dan kesejahteraan gender, pemahaman
nilai-nilai budaya dan multikulturalisme serta peningkatan keadilan
sosial(Burhanudin, 2009).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, menjamin hak atas “pendidikan dasar” bagi warga negara
Indonesia yang berusia 7-15 tahun. Salah satu upaya untuk meningkatkan taraf
pendidikan penduduk Indonesia dengan menyelesaikan Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 9 Tahun. sebagaimana diatur secara tegas dalam pasal 31 ayat
(1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan. Ayat (2) menegaskan bahwa setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat
(3) menetapkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.
Namun, kenyataannya angka putus sekolah di jenjang
pendidikan dasar hingga saat ini masih tinggi. Angka putus sekolah seluruh
jenjang pendidikan di Indonesia empat tahun terakhir masih di atas satu juta
siswa per tahun. Sebagaimana yang disampaikan oleh Muhammad Zuhdan seorang
pengamat pendidikan, yang dilansir suaramerdeka.com, 09/03/2013, mengatakan
bahwa tahun 2010 tercatat terdapat 1,3 juta anak usia 7 – 15 tahun di Indonesia
terancam putus sekolah.
Dari jumlah itu, sebagian besar adalah mereka yang
masih duduk di jenjang pendidikan dasar (SD-SMP). Angka putus sekolah terutama
akibat persoalan ekonomi. Untuk melakukan penuntasan wajib belajar 9 tahun
diperlukan pemahaman tentang penyebab dari anak putus sekolah itu sendiri agar
dapat dilakukan 2 pencegahan dan penanggulangan yang tepat dan akurat(Aristin, 2010).
Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka putus sekolah,
seperti pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Akan tetapi upaya
tersebut masih saja kurang atau belum mampu menurunkan angka putus sekolah di
Indonesia.
Salah satu contoh yang terjadi adalah kepada salah
seorang anak yang bernama Indra. Anak yang berusia 10 tahun tersebut merupakan
siswa yang putus sekolah. Ia mengatakan bahwa pada kelas 2 SD dia tidak
melanjutkan sekolah lagi. Hal ini dikarenakan orang tuanya yang tidak mempunyai
biaya untuk sekolah. Meskipun, dia bersekolah di sekolah negeri namun itu bukan
jaminan bahwa dia akan akan bisa menuntuskan pendidikannya.
“saya sekolah di SD Rawamangun ka, tapi cuman sampe
kelas 2. Solanya, bapak gak bisa kasih jajan sama beli buku. Kata bapak suruh
berhenti aja sekolahnya” ucapanya kepada penulis.
Orang tua yang hanya bekerja sebagai pengumpul
barang bekas (pemulung) menjadikan
Indra tidak mempunyai biaya untuk membeli perlengkapan sekolah lainnya. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kebutuhan sekolah tidak hanya biaya
sekolah yang gratis namun membutuhkan perlengkapan pendukung lainnya.
Di Jakarta sendiri terdapat program Kartu Jakarta
Pintar (KJP), program untuk membantu siswa dari warga DKI Jakarta yang kurang
mampu untuk membiayai kebutuhan sekolah. Indra merupakan salah satu dari sekian
siswa di Jakarta yang tidak beruntung yang tidak mendapatkan KJP.
“saya
gak dapet KJP ka. Kata mamah juga saya emang gak bisa dapet KJP” Itulah jawaban
yang disampaikan kepada penulis ketika ditanyai alasan ia tidak mendapatkan
KJP.
Adapun
bentuk-bentuk penanggulangan masalah anak putus sekolah yang penulis tawarkan
adalah sebagai berikut :
a) Kejar Paket
Terkait
dengan persoalan putus sekolah, pihak pemerintah melalui lembaga-lembaga yang
relevan dengan masalah ini memberikan program-program bagi anak putus sekolah.
Diantaranya adalah menyediakan pendidikan alternatif yang dinamakan pendidikan
kesetaraan. Pendidikan kesetaraan ditujukan untuk menuntaskan program wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun serta memperluas akses pendidikan menengah
yang menekankan pada keterampilan fungsional dan kepribadian profesional.
Pendidikan kesetaraan menjadi salah satu program pendidikan pada jalur
nonformal seperti kelompok belajar Paket A bagi yang tidak tamat SD, Paket B
bagi yang tidak tamat SLTP dan paket C bagi yang tidak tamat SLTA.
Program
Kejar Paket diselenggarakan untuk memberikan kesempatan bagi anak atau
masyarakat putus sekolah agar dapat menyetarakan pendidikannya dan membekali
dirinya dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan. Program Kejar Paket atau
pendidikan kesetaraan ini bisa diselenggarakan oleh semua satuan pendidikan non
formal. Seperti Lembaga Pelatihan, Kursus, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),
Majelis Taklim dan lain-lain.
b) Sekolah Terbuka
Sekolah
Terbuka merupakan sekolah formal yang yang berinduk pada Sekolah reguler
terdekat baik negeri maupun swasta yang memenuhi syarat dengan bentuk
pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh. Pendidikan ini diselenggarakan
dengan konsep proses pembelajaran tidak terikat tempat dan waktu.
Sekolah
Terbuka merupakan salah satu subsistem pendidikan jalur sekolah yang
menggunakan prinsip jalur mandiri, yaitu
belajar dengan bantuan seminimal mungkin dari orang lain.
c) Optimalisasi Dana BOS dan BSM
Pemerintah
melalui Departemen Pendidikan Nasional menyalurkan dana operasional pendidikan
melalui mekanisme BOS baik untuk sekolah negeri maupun swasta. BOS (Biaya
Opersional Sekolah) merupakan dana operasional dalam rangka mendukung proses
pembelajaran sekolah dalam opersionalnya untuk menciptakan sarana maupun
prasarana belajar dari peserta didik. Dalam orientasi yang sama, melalui BOS
terdapat BSM (Bantuan Siswa Miskin) yang memiliki sasaran pada siswa miskin
untuk membantu siswa yang memiliki kendala dari segi finansial atau berasal
dari keluarga yang tidak mampu dari segi ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar